[PORTAL-ISLAM.ID] Terbuktilah bahwa Jokowi selama ini terlalu ‘dimanja’ oleh hasil-hasil survey yang dilakukan oleh aneka macam forum bayaran. Menurut banyak orang, ada 22 forum survey yang selama ini senantiasa menempatkan Jokowi pada angka 54%, paling rendah. Sehingga, begitu angkanya turun, si ‘anak manja’ pribadi mimisan. Badan pun panas. Uring-uringan.
Kemarin, 20 Maret 2019, survei Litbang Kompas berucap agak keras terhadap Jokowi si ‘anak manja’. Kompas mengatakan, “Kamu saya kasih segini.” Maksud ‘segini’ itu ialah elektabilitas 49.2% untuk Jokowi. Turun dari 52,6% di bulan Oktober 2018.
Para suster dan baby-sitter pun berkerumun. Si ‘anak manja’ yang setiap hari dibelai-belai oleh forum survei, dilarang terganggu perasaannya. Semua harus steady.
Sebaliknya, Prabowo Subianto (PS) selalu ‘disiksa’ dengan angka-angka yang sifatnya menciutkan hati. Lembaga-lembaga survei itu serentak menganaktirikan PS. Tetapi, alhamdulillah, si ‘anak tiri’ survei jadinya terbiasa dengan suasana keras. Terbiasa dengan kerja keras. Dia bisa menyampaikan kepada rakyat bahwa sikap diktatorial terhadap dirinya menciptakan dia tidak cengeng.
Si ‘anak tiri’ itu kini menggugat suasana serba luks yang selama ini dinikmati oleh si ‘anak manja’. Rakyat menjadi simpati berat atas perlakuan berangasan yang diterima oleh ‘anak tiri’ yang kini tertempa menjadi pria yang besar lengan berkuasa perkasa namun selalu ramah kepada warga dan suka ringan tulang alias suka membantu.
Begitulah gambaran ‘kesewenangan’ yang dilakukan semua pihak terhadap Prabowo. Sebaliknya, begitulah gambaran ‘kesenangan’ Jokowi yang disediakan 24 jam oleh puluhan forum survei. Plus, semua pemegang kekuasaan termasuk media mainstream milik pengusaha kaya, para kepala daerah, serta parpol-parpol besar bahkan aneka macam instansi penegak hukum.
Survei Kompas dengan angka 49.2% benar-benar dirasakan melukai Jokowi. Membuat dia sulit tidur nyenyak. Padahal, survei Kompas ini masih sangat menghibur. Sebab, Prabowo diletakkan pada angka 37.4% saja.
Hanya saja, “pawang besar” penyedia elektabilitas Pak Joko, yaitu Denny JA (DJA), menyampaikan keresahannya terhadap angka Kompas itu. Kebetulan pula, para pengamat pemilu dan para suhu survei setuju menyampaikan bahwa angka ini menyampaikan Jokowi kini semakin terdesak menuju ujung tanduk.
Ketika Kompas menyebut Jokowi mengalami musim menukik dan Prabowo melaju naik secara meyakinkan, Denny JA menulis artikel yang berjudul “Apakah Survei Litbang Kompas Berpolitik?” Beliau mempertanyakan angka 49.2% itu. DJA berusaha menegasikan angka yang dirasakan mengganggu ketenangan Pak Jokowi tsb. Dennya meraba-raba kemungkinan pemimpin redaksi Kompas, Bu Ninuk Pambudi, tidak netral. Dasar perkiraan DJA ialah fakta bahwa suami Bu Ninuk, Pak Rahmat Pambudi, pernah sangat bersahabat dengan Prabowo.
Tetapi, seorang sumber kami di ring satu Kompas mengatakan, intervensi Bu Ninuk tidak bisa terjadi tanpa keributan besar di kalangan redaksi dan para wartawan. Tegasnya, kemungkinan bias Bu Ninuk sama sekali tidak ada dan tak akan pernah bisa terjadi di koran yang, oleh publik, dicitrakan memusuhi Islam dan umat Islam itu.
Dan, sesungguhnya, dari gambaran ini pulalah DJA meraba kemungkinan lain perihal mengapa Kompas menyakiti Jokowi dengan angka 49.2% itu. DJA mengira Kompas ingin “repositioning ”. Yaitu, membawa Kompas kembali ke tengah sehabis koran ini babak belur dihajar publik alasannya melecehkan Reuni 212, Desember 2018. Angka itu, berdasarkan DJA, tetap menyenangkan Jokowi dan sekaligus menyenangkan Prabowo.
Namun, DJA sendiri mengakui bahwa faktor intervensi Pemred dan “repositioning” tidak begitu penting bagi dia. Si “pawang besar” melihat kemungkinan lain yang dia sebut sebagai “kesalahan” Kompas dalam mengambil kesimpulan 49.2%. Kekeliruan akademis, berdasarkan DJA. Dalam bahasa lain, Denny menyampaikan Litbang Kompas bekerja sembarangan.
Bahkan dia hingga eksplisit menyebut kemungkinan Kompas menciptakan survei “bawah pohon” dan “warung kopi”. Dalam arti, para peneliti Litbag Kompas bisa saja mengisi sendiri kertas survei yang seharusnya diisi oleh responden pribadi atau diisikan oleh peneliti di depan responden.
DJA meremehkan survei Litbang Kompas itu sebagai hasil yang sarat dengan kelemahan metodologis. Contoh lain yang dikomplenkan oleh Denny ialah soal cek ulang yang dia yakini tidak dilakukan Litbang. Secara keseluruhan, DJA mengistilahkan kerja Litbang Kompas “tidak transparan dalam pembeberan informasi” perihal survei terbaru ini.
Sekarang, bagaimana seharusnya kubu Prabowo mencerna posisi Jokowi yang dinyatakan oleh Kompas di bawah 50% itu?
Seharusnya, keresahan Denny JA terhadap angka 49.2% untuk Jokowi bisa menjadi amunisi segar bagi Pak PS dan tim beliau. Sebab, berdasarkan banyak orang, Litbang Kompas selalu akurat dalam hasil surveinya. Artinya, bila Litbang menyampaikan Jokowi mengalami kecenderungan (trend) penurunan elektabilitas dan sebaliknya Prabowo dibuktikan mengalami kenaikan kontinuitas yang “mengancam”, itu merupakan arahan terperinci perihal peluang besar Capres 02 untuk menang atau menang telak.
Pak PS bisa lihat kembali hasil survei PolMark –lembaga survei yang dipimpin oleh Eeep Saifullah Fatah. Dalam rilis terbaru pada 5 Maret 2019 di Surbaya, PolMark memposisikan Jokowi pada angka 40.4%. Dan angka untuk Pak PS ialah 25.8%. Posisi ini malah lebih tidak kondusif bagi Jokowi.
Tetapi, ada arahan yang lebih keras dari PolMark. Dikatakan bahwa jumlah “pemilih mantap” untuk Jokowi hanya 31.5%. Artinya, berdasarkan PolMark, ada 48% pemilih di luar sana yang masih bisa diyakinkan dan direbut oleh Pak Prabowo. Tinggal menyiapkan gempuran besar dalam sisa waktu tiga ahad mendatang.
Tampaknya, “final push” yang mengerahkan semua kekuatan koalisi secara terpadu dan utuh, dengan mengesampingkan semua misi individu, bisa menghasilkan porak-poranda di kubu Jokowi. Pekerjaan ini memang berat alasannya Pak PS “wajib” menang besar semoga perolehan bunyi ia menjadi sangat sulit untuk dipermainkan. Semakin berat untuk dicurangi.
Kemarin, angka survei internal kubu Prabowo sangat meyakinkan. Pak PS berada pada kisaran antara 58% hingga 60% sedangkan Jokowi berada di posisi antara 40% hingga 42%. Dengan segala pengalamannya, kita yakin Pak Prabowo tidak akan berpuas diri dengan survei internal ini. Sebagai mantan tentara lapangan, Pak PS tidak akan percaya begitu saja dikala melihat lawannya mulai berjalan terpincang-pincang. Beliau akan memastikan dulu lawannya sudah tergeletak.
Secara kasat mata, rakyat menghendaki Prabowo-Sandi menjadi presiden dan wapres. Angka-angka survei internel di atas tidaklah berlebihan. Ke mana saja kedua kandidat ini pergi berkunjung, sambutan rakyat selalu tumpah-ruah. Membludak di mana-mana. Keinginan rakyat tak terbendung.
Namun demikian, sekali lagi, seluruh komponen kubu Pak PS harus bersatu. Ada koalisi parpol, ada relawan bapak-bapak dan emak-emak yang militan tanpa pamrih, dan ada pula sumbangan dari kalangan intelektual di seluruh Indonesia. Ini semua ialah kekuatan moril yang tak dimiliki oleh Jokowi.
Sekarang, tinggal mengatur komando tunggal. Melangkah sederap. Menggempur serentak. Menyisihkan kepentingan pribadi. Inilah formula kemenangan Prabowo-Sandi.
Penulis: Asyari Usman Sumber https://www.portal-islam.id