[PORTAL-ISLAM.ID] Umat Islam dikala ini sedang ditakut-takuti dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Wahabi. Di samping itu sedang dipasung dengan istilah radikalisme. Pada sisi lain, umat Islam hendak dibutakan dari ancaman yang sebenarnya yaitu komunisme.
Demikian benang merah pemikiran nalar sehat yang dapat dipintal dari paparan Prof Dr Achmad Zahro, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), Prof Dr Aminuddin Kasdi, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Drs Choirul Anam, mantan Ketua GP Ansor Jatim.
Mereka berbicara pada program bedah buku “NU Kaprikornus Tumbal Politik Kekuasaan Siapa Bertanggung Jawab?” di Gedung Astranawa, Selasa (26/2/19). Buku ini ditulis Choirul Anam yang juga dikenal sebagai tokoh NU kultural.
Menurut Achmad Zahro, umat Islam digiring untuk membenci faham Wahabi. Sampai ada yang menyampaikan bahwa Wahabi itu iblis. “Kalau Wahabi itu iblis, berarti orang-orang yang shalat jamaah di Masjid Haram Mekah itu makmum kepada iblis,” katanya.
Karena, Imam di Masjid Haram itu mengikuti Wahabi yang bermazhab Hambali. Sedang Hambali itu sendiri termasuk Sunni (ahlus sunnah wal jamaah). Hambali termasuk mazhab yang juga diakui oleh Nahdlatul Ulama (NU) di samping Syafi’i, Maliki, dan Hanafi.
Umat Islam sengaja dikaburkan antara Wahabi yang didirikan Muhammad bin Abdul Wahab dengan aliran yang didirikan Abdul Wahab bin Abdurrahman Al Khoriji, pendiri mazhab Khawarij. “Yang sesat itu Khawaraij sebab suka mengkafirkan Muslim yang lain,” tegas Zahro yang juga dikenal dengan Ketua Ikatan Imam Masjid Indonesia.
Lebih lanjur Zahro mengatakan, HTI digambarkan sebagai kekuatan dahsyat yang hendak mengganti Pancasila dengan sistem khilafah. Padahal khilafah versi HTI itu hanya gagasan. HTI itu sangat kecil dan tidak mempunyai negara induk. Beda contohnya dengan Syiah yang mempunyai negara induk yaitu Iran.
Penyebaran informasi HTI dan Wahabi secara massif ini, kata Choirul Anam, untuk membutakan umat Islam dari ancaman yang sebenarnya yaitu neo komunisme. Padahal sudah terperinci benderang neo komunisme sudah di depan mata.
Sejarah mencatat kumunisme selalu mencoba bangun dari kekalahan dan membalas dendam. Kekalahan di pemberontakan Madiun 1948, lantas bangun melaksanakan perlawanan tahun 1965. Apalagi komunisme mempunyai negara induk yaitu Tiongkok atau Republik Rakyat China (RRC).
Aminuddin Kasdi melihat, semenjak reformasi terlihat gejala PKI mau bangkit. Dimulai dengan perjuangan mengubah sejarah bahwa dalam insiden G30S PKI tahun 1965, PKI yaitu korban pelanggaran hak asasi insan (HAM). Mereka dikorbankan dalam pertikaian internal Tentara Nasional Indonesia AD. Mereka korban kekejaman umat Islam. Lantas upaya mereka dilakukan dengan mengubah buku pelajaran sejarah di sekolah.
Penerus PKI mulai berani unjuk diri dengan menyatakan gembira sebagai anak PKI. Mereka melaksanakan pertemuan-pertemuan konsolidasi. Lantas mereka berjuang semoga agar ada rekonsiliasi umat Islam dengan PKI. Berarti umat Islam harus mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada PKI. Gilirannya PKI harus boleh hidup kembali.
Mereka terus bergerak hingga sekarang. Panglima Tentara Nasional Indonesia waktu itu Gatot Nurmantyo mengetahui perihal ancaman neo PKI maka beliau perintahkan menonton film Pengkhinatan G30S PKI semoga generasi muda tetap waspada tetap ancaman PKI.
Zahro dan Anam juga mengedepankan, dikala ini umat Islam dipenjara dan ditakuti dengan istilah radikalisme. Jika ada umat Islam yang bersikap asyyida’u alal kuffar (bersikap keras terhadap orang kafir) dianggap radikal dan tidak toleran. Mereka seolah satu aliran dengan ISIS, Al Qaeda. Padahal ISIS, Al Qaeda, HTI itu semuanya proyek untuk memecah belah umat Islam.
“Umat Islam harus waspada sedang hendak dipecah belah, diadu domba. Termasuk NU kini sedang dipecah belah. NU dijadikan tumbal oleh politik kekuasaan,” tegas Cak Anam. (PWMU) Sumber https://www.portal-islam.id