[PORTAL-ISLAM.ID] Eks Menko Maritim kurun Presiden Joko Widodo, Dr. Rizal Ramli menguraikan alasan mengapa calon petahana Joko Widodo untuk tidak perlu dipilih pada Pilpres 2019.
Menurut mantan penasihat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini, ada lima alasan yang melatarbelakangi mengapa Jokowi tidak perlu dicoblos pada 17 April nanti.
Pertama soal jaminan kesehatan. BPJS yaitu inspirasi yang bagus, gerakan buruh bersama Rizal Ramli, Prof. Thabrani, dan sejumlah tokoh lainnya perjuangkan inspirasi BPJS semenjak tahun 2010-2011.
Lomba Foto SelfiePilpres2019
"Sayangnya jadwal tersebut under- funded dan iuran perusahaan sangat rendah. Hari ini BPJS mengalami kesulitan keuangan. Dokter dan tenaga medis telat digaji. Tagihan apotek dan rumah sakit kelas menengah, belum dibayar. Solusi pemerintahan Pak Widodo parsial, bagakan tensoplas. Pemerintah yang gres akan menuntaskan problem BPJS kurang dari 200 hari," tulis Rizal dalam keterangannya kepada redaksi, Jumat (22/3/2019).
Kedua soal pendidikan, menurut PISA index, yang mengukur kemampuan literasi, matematika, dan sains belum dewasa usia di bawah 15 tahun, Indonesia menduduki peringkat ke-62 dari 72 negara. Berdasarkan QS World University Rankings, dari 500 besar Dunia hanya 3 akademi tinggi Indonesia yang masuk, yaitu UI (277), ITB (331), dan UGM (402). Kualitas pendidikan tinggi masih rendah alasannya yaitu feodalisme dan birokratisasi.
"Pemilihan rektor harus dikembalikan ke Senat Guru Besar lagi semoga tidak terjadi campur tangan politik dan permainan uang. Penyelesaian problem pendidikan tidak bisa hanya dengan bagi-bagi kartu. Kualitas pendidikan yang rendah hanya bisa diperbaiki dengan penyederhanaan kurikulum pendidikan menengah ke bawah, pembatalan Ujian Nasional (UN), taktik kompetisi nasional dan regional (dengan alokasi minimal Rp 20 triliun), perbaikan kualitas guru, dan UU Land Grant serta bebas pajak universitas," jelasnya.
Ketiga lapangan kerja, jika ekonomi mandek di 5 persen selama 4 tahun terakhir, jangan mimpi lapangan kerja bertambah. Pemerintah gres harus bisa naikkan ekonomi sampai 8 persen. "Berdasarkan track record, pemerintahan Jokowi tidak punya kemampuan dan sulit dipercaya bisa naikkan ekonomi ke 8 perseb. Karena kebijakan makroekonominya super konservatif," urainya.
Keempat soal kebudayaan. Kebudayaan Indonesia terunggul di Asia Tenggara. Kebudayaan Indonesia lebih jago dan bervariasi dibanding negara-negara ASEAN. Negara-negara dengan kebudayaan yang unggul bisa menciptakan produk-produk yang dihasilkan bernilai tambah tinggi, menyerupai Jepang dan Korea Selatan.
Memang, lanjut Rizal, pemerintahan Jokowi sudah menciptakan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), sayangnya hanya menjadi “event organizer untuk yang kuasa. Dan justru banyak mengampanyekan kebudayaan Korea Selatan di Indonesia.
"Di pemerintahan baru, Bekraf harus menjadi ujung tombak sosialisasi kebudayaan Indonesia di luar negeri dan memacu kenaikan nilai tambah seni dan budaya dalam produk-produk Indonesia," kata Rizal.
Terakhir soal kartu-kartu, rencana bagi-bagi kartu pemerintahan Widodo yaitu solusi recehan yang tidak menuntaskan problem secara komprehensif. Bagaikan jualan permen lolypop, hanya embel-embel yang menggiurkan, tetapi tidak bisa menuntaskan kemunduran kita dalam pendidikan, kesehatan, lapangan kerja. Apalagi sumber pembiayaannya tidak jelas. Tax ratio Indonesia terendah,
"Masa mau pinjam untuk pesta bagi-bagi kartu. Kami khawatir pesta kartu ini hanya permen lolypop untuk memenangkan Pak Joko Widodo kembali. Tragis betul nasib Bangsa Indonesia," demikian Rizal. [RMOL] Sumber https://www.portal-islam.id