[PORTAL-ISLAM.ID] Sudah semestinya dan memang seharusnya politik selalu berjalan beriringan dengan kejujuran. Politik terbaik ialah politik yang dibangun di atas nilai-nilai kejujuran. Tapi memang faktanya, jauh panggang dari api, apa yang kita saksikan justru malah sebaliknya, seolah menghalalkan segala cara, alasannya ialah tujuan utama ialah memenangkan kemenangan bagaimana pun caranya.
Ilmu politik yang diajarkan dibangku kuliah, hampir-hampir tak menemukan wujud aktualnya. Politik yang dipahami sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama, nampaknya menjadi malapetaka, alasannya ialah maksud kata bersama ialah "kelompok kita sendiri", bukan "yang lain" yang berbeda dengan kita. Akhirnya "kelompok kita" harus mendominasi "kelompok lainnya". Dan walhasil, politik berkembang menjadi "konspirasi".
Tapi suka atau tidak, insan ialah makhluk politik dan madani. Tak mau tahu urusan politik, juga kepingan dari politik. Menjauh dari ranah politik ialah sebuah langkah politik. Makara pertanyaannya, sejauh mana kita harus berpolitik?
Tapi yang pasti, jangan perkecil dan membatasi kehidupan ini, semata-mata sebagai dunia politik. Memaknai hidup dan kehidupan hanya dalam bingkai politik akan menciptakan kehidupan ini menjadi tak bermakna.
Kehidupan lebih kompleks dari urusan politik. Jika seluruh potensi insan dikerahkan dalam urusan politik, insan tak kan bisa memaknai arti sejati dari kebahagiaan. Bahkan jikalau seseorang begitu senang lantaran bisa meraih kekuasaan sekali pun, cepat atau lambat, kekuasaan tersebut harus dilepaskan.
Itu sebabnya, jikalau tujuan satu-satunya ialah kekuasaan, ia akan mempertaruhkan apa pun yang ia miliki, bagaimana pun caranya dan dengan cara apa pun. Dusta, fitnah, dan kebohongan akan ia lakukan. Bahkan rela melaksanakan hal itu semua atas nama agama.
Makara jangan pernah lupa, jikalau kita menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas dan kemanusiaan, politik hanya salah satu dimensi dari kehidupan kita untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Namun membangun kehidupan yang lebih baik, baik itu untuk diri sendiri dan orang lain, bukan kiprah politik semata, tapi kiprah kemanusiaan kita semua.
Jadi, "politik itu untuk kehidupan, bukan kehidupan untuk politik".
Sebaiknya kita merenungi dengan khusyu" pesan Maulana Rumi;
Dia hanya seorang Darwish palsu, tak layak diberi roti, jangan buang tulang pada lukisan anjing,
Dia faqir pada makanan,
bukan faqir kepada Tuhan, Jangan beri masakan pada lukisan mati dan tak bernyawa.
Para Darwish palsu menyerupai ikan keramik, bentuknya menyerupai ikan namun takut air,
Dia menyerupai ayam rumahan, tak menyerupai Simurgh yang terbang bebas di angkasa, Ayam rumahan, makan masakan lezat, tapi luput dari masakan Inayah Ilahi,
Dia mengasihi Ilahi disebabkan pemberian,
tapi jiwanya tak mengasihi kebaikan dan keindahan.
Penulis: Muh. Nur Jabir Sumber https://www.portal-islam.id