Ide Sandiaga Uno Menghapus UN Cermin Akal Sehat
Oleh: Prof. Dr Zainuddin Maliki, MSi*
Muncunya wangsit menghapus ujian nasional (Unas) mencerminkan bahwa di negeri ini masih ada nalar sehat.
Di tengah pro kontra pelaksanaan Unas, Cawapres Sandiaga Uno—dalam debat 17 Maret 2019—berjanji akan menghapusnya jikalau pasangan Prabowo-Sandi terpilih menjadi Presiden dan Wapres 2019-2024.
Fukuyama yang bilang the modern society is a high trust society—masyarakat yang maju dan modern ialah masyarakat yang tingkat kepercayaannya tinggi. Sementara itu Unas selama ini justru telah menjadi pemicu distrust, untuk tidak menyampaikan zero trust di negara ini.
Pasalnya penyelenggaraan Unas selama ini jelas-jelas diwarnai begitu banyak prasangka dan rasa tidak percaya atau distrust. Pemerintah melalui penyelenggara pendidikan tidak percaya kepada siswa didiknya sendiri.
Pada awalnya Unas diselenggarakan hanya dengan satu jenis soal berbasis kertas saja. Dalam perjalanannya untuk mencegah kecurangan kemudian dibentuk menjadi lima format soal dalam satu kelas. Dengan lima jenis soal ditengarai masih banyak siswa yang curang kemudian pemerintah mengambil kebijakan dengan tetapkan 20 format soal dalam satu ruang ujian.
Belum puas dengan mengacak penyediaan soal pemerintah memperkuat pengawasan. Diterapkanlah pengawasan silang, di samping meminta dosen-dosen akademi tinggi turun gunung ikut mengawasi penyelenggaraan ujian nasional. Hatta Unas sudah diubah dengan berbasis komputer namun toh warta kecurangan masih juga marak.
Mengacak soal dan memperkuat pengawasan cermin betapa kuatnya rasa tidak percaya pemerintah kepada anak didiknya sendiri. Dengan memperkuat pengawasan berarti pendidikan konstruktivistik gagal diwujudkan, alasannya tidak memperkuat dorongan intrinsik pada diri anak-anak. Anak didik kita menjadi insan behavioristik, yang hanya jujur jikalau ada pengawasan ekstrinsik.
Rasa tidak percaya juga terjadi antar-penyelenggara Unas. Si pembuat soal tidak dapat dipercaya, sehingga harus diawasi aparat. Pencetak soal juga tidak dapat dipercaya, sehingga juga harus diawasi aparat. Yang mendistribusikan soal juga tidak dapat dipercaya, harus dikawal oleh polisi.
Rapat-rapat persiapan Unas suasananya dapat berubah jadi serasa mempersiapkan perang alasannya separuh panitia dapat terdiri dari pegawapemerintah keamanan. Kendati demikian yang terjadi masih menyerupai pepatah dari Aceh, rencong di tangan kanan, pistol di tangan kiri, masih juga kecopetan.
Kebijakan behavioristik yang mengandalkan faktor ekstrinsik yaitu penguatan pengawasan dalam menangani pendidikan, termasuk dalam penilaian berguru harus sudah ditinggalkan. Harus ada kebijakan penilaian berguru berbasis nalar sehat sebagai ganti Unas yang berbasis distrust.
Dalam hal ini harus dapat dikemas model penilaian yang lebih otentik dengan memperkuat model portofolio, project based, dan model test autentik lainnya. Mari kita tinggalkan pendidikan berbasis prasangka atau distrust. Sebaliknya kita bangkit pendidikan berbasis nalar sehat. (*)
*Prof Dr Zainuddin Maliki MSi, penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya 2003-2012, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, dan Caleg dewan perwakilan rakyat RI PAN No. 2 Dapil Lamongan Gresik.
Sumber: https://pwmu.co/91593/03/19/prof-zainuddin-maliki-ide-sandiaga-uno-menghapus-unas-cermin-akal-sehat/