[PORTAL-ISLAM.ID] Hasil survei terbaru Litbang Kompas tidak hanya menunjukkan tiada satu pun partai pendatang gres di Pemilu 2019 yang lolos ambang batas tubuh legislatif (PT) 4 persen, tetapi juga resistansi (penolakan) masyarakat terhadap partai-partai tersebut. Uniknya, angka resistansi tersebut justru lebih tinggi dari elektabilitas mereka yang rata-rata cuma berkisar nol koma.
Dikutip dari survei Kompas, Kamis (21/3/2019), PSI menjadi partai gres yang paling tinggi resistansinya atau dengan kata lain paling ditolak masyarakat. Dengan elektabiltas 0,9 persen, resistansi masyarakat terhadap partai gres pimpinan Grace Natalie ini ditolak oleh 5,6 persen masyarakat.
Selanjutnya yaitu Perindo dengan elektabilitas 1,5 persen, resistensinya 1,9 persen. Kemudian Berkarya elektabilitas 0,5 persen, resistensinya 1,3 persen. Selanjutnya, Garuda elektabilitas 0,2 persen, resistensinya 0,9 persen.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Komunikasi Politik Ari Junaedi, menjelaskan rendahnya elektabilitas partai-partai gres ibarat PSI, Partai Garuda, Berkarya dan Perindo yaitu masuk akal dan normal.
“Selain sebagai ‘new comer’ positioning dan seni administrasi branding mereka pun terbilang tidak tepat. Hal ini terlihat dari tingginya resistensi mayarakat terhadap partai-partai gres termasuk PSI yang dibesut bawah umur milenial,” ujar Ari di Jakarta, Kamis (21/3/2019), ibarat dilansir Jawa Pos.
Ari mengaku salah satu orang yang termasuk menaruh cita-cita besar terhadap PSI di saat-saat awal berdiri. Namun, menurutnya, di tengah-tengah perjalanannya partai pimpinan Grace Natalie tersebut kerap mengeluarkan blunder-blunder yang tidak perlu, serta mengganggu soliditas di koalisi partai-partai pendukung Jokowi.
“Pernyataan Peraturan Daerah syariah dan poligami yang masuk dalam ranah filosofis keagamaan sebaiknya tidak disentuh PSI di awal kampanye. Dengan cara ibarat itu, PSI mengobarkan perang dengan kaum mayoritas,” ujar pengajar di Univesitas Indonesia (UI) ini.
“Demikian juga soal pernyataan PSI yang menyinggung kiprah partai-partai usang soal pendampingan terhadap gender, toh nyatanya sudah digarap oleh partai-partai yang jauh lebih senior,” kata Ari.
Semestinya, berdasarkan Ari, PSI lincah bermanuver di pusaran-pusaran isu-isu nasional tanpa menciptakan permusuhan dengan partai-partai lain. PSI, kata dia, harusnya percaya diri bermain di isu-isu milenial mengingat captive marketnya di kalangan milenial atau pemilih pemula.
"Ini kan tidak, PSI membuka front ‘pertempuran’ dengan partai-partai ‘senior’, tidak peduli yang ada di dalam koalisi atau tidak serta tidak menggarap intens pasar potensialnya," papar Ari.
Menurut Ari, PSI masih tidak dapat menempatkan dirinya sebagai partai gres yang sejajar dengan partai-partai mapan ibarat PDIP, Gerindra, Golkar dan PKB.
“PSI kurang santun dalam berpolitik serta tidak dapat melepaskan diri dari gaya anak muda yang temperamental,” tegasnya. [Jawa Pos]
Sumber https://www.portal-islam.id