[PORTAL-ISLAM.ID] Kalau cuma punya presiden menyerupai Donald Trump di USA, yang bangkit tembok perbatasan dan kerahkan pasukan bersenjata untuk blokir imigran gelap Meksiko serta negara lainnya, buat rakyat Indonesia gak pernah dianggap hebat. Di sini, cukup dengan pasal karet UU ITE sudah bisa untuk mencyduk serta meredam para tokoh, ulama dan penggagas yang kritis terhadap penguasa dan penyanjungnya.
Kalau cuma nyatakan perang dagang dengan Tiongkok untuk lindungi kepentingan nasional warga USA dan industrinya, itu gaya diplomasi internasional yang sudah usang diterapkan oleh Bung Karno dan Pak Harto. Di sini, semangat rakyat selalu dipacu semoga kerja keras hidupi keluarganya. Mulai dari menanam cabe di halaman ketika harga meroket, makan keong ketika harga daging tinggi, ternak kalajengking alasannya racunnya mahal di pasaran untuk nafkahi anak istri, sampai saran untuk bongkar sawit yang murah dan tanam durian untuk suplai ke Tiongkok. Inovatif kan….
Kalau di Eropa dan Jepang seorang pemimpin nyatakan mundur ketika gres terjerat dugaan korupsi, itu mah cemen gak banggetz buat kami, penikmat reality show di Indonesia. Di sini, sudah pakai jaket oranye KPK saja masih bisa cengar-cengir berkacamata hitam di depan televisi, dan melontarkan pernyataan cetar membahana bahwa dirinya dijebak. Bahkan, merevisi doa dan pernyataan kenegaraan itu hal lumrah, rakyat dianggap mahfum. Isuk tempe sore dele. Warbiyasa!
Kalau di Afrika Selatan dilangsungkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menghapuskan politik apartheid dan menghilangkan trauma segregasi antar ras, contoh itu niscaya gak pas diterapkan di Indonesia. Di sini, problem HAM masa lalu, terus dikelola menjadi adegan teater menarik lima tahunan untuk menarik suara, mulai dari insiden 1965 sampai kasus orang hilang. Padahal, tiap pemilu niscaya ada saja calon presiden yang berjanji akan menuntaskan, tapi ujungnya hanya jadi lawakan menjengkelkan, tak terang akhirnya.
Kalau di USA, Eropa, Jepang sampai Afrika Selatan, seorang tokoh akan tahu diri dan aib untuk maju kembali, bila gagal penuhi visi misi kampanyenya. Kerap kali malah, pemimpin keok tersebut mengundurkan diri sebelum selesai masa jabatan. Di sini, banyak janji usang tak terpenuhi, malah sibuk produksi janji baru. Selangit dan mengagumkan, sampai menerima puja-puji aneka macam kalangan serta banjir sumbangan dari perangkat pemerintahan di aneka macam bidang, yang notabene digaji dari pajak rakyat dan kekayaan alam Indonesia.
Kalau di USA, Eropa, Jepang sampai Afrika Selatan, seorang pemimpin berusaha untuk realistis dan membumi, bahkan pembiayaan kampanyenya transparan dan akuntabel, cara itu ditengarai sulit menang di Indonesia. Di sini, seorang pemimpin harus visioner dan banyak jadwal mercusuaris, dekat dengan kalangan taipan yang merupakan kawan industrial kaum buruh, sampai bina korelasi dekat dengan aneka macam forum pakar statistik perpemiluan yang pintar beri advis pencitraan.
Sebenarnya, saya kagum dengan kualitas dan kepedean pemimpin menyerupai itu. Langka, mungkin hanya lahir segelintir tiap seratus tahun. Rakyat Indonesia semestinya senang dan pintar bersyukur, bahwa di tengah penderitaannya ketika kala resesi dunia ketika ini, kita masih diberkahi dengan kehadiran pemimpin visioner tersebut. Mungkin saja, rakyat USA, Eropa, Jepang sampai Afrika Selatan, iri dengan SDM pemimpin yang kita miliki, yang bisa selalu menyemangati rakyat semoga kerja keras, alasannya hidup tak boleh stagnan dan mengeluh.
Berat rasanya bagi saya untuk berpaling dari pemimpin visioner tersebut. Apalagi, banyak media massa yang terus menyajikan keberhasilan prestasinya, yang mungkin tak disadari oleh lebih banyak didominasi rakyat Indonesia, apalagi turut merasakannya. Bisa jadi rakyat tak tertarik baca media itu-itu lagi, atau alasannya sudah terlanjur pindah ke lain hati.
Pemimpin kita itu visioner, tapi (maaf) saya mau coblos Pak Prabowo saja di Pemilu, Rabu, 17 April 2019 nanti. Kapasitas intelektual dan kemampuan akademik saya belum mumpuni untuk menjangkau aneka macam janji gres dari pemimpin visioner yang ingin lanjut berkuasa kembali. Untuk apa fatwa setinggi langit, tapi realisasi hanya sebatas bukit. Tak elok banyak berucap, cuma embel-embel laksana kecap.
Buat saya, jadwal dan visi misi Pak Prabowo Subianto dan Bang Sandiaga Uno lebih pas dinanti, juga realistis dan membumi. Menjadi waras dan cendekia sehat ialah kemewahan terakhir yang ingin saya nikmati. Saya berharap, rakyat Indonesia melihat jernih dan mencatat aneka macam janji dan visi misi 02 Prabowo-Sandi Indonesia Menang. Serta terus berdoa semoga mereka bisa tepati, tak boleh kecewakan khianati. Semoga.
Yang usang biarlah sirna, yang gres teruslah bersinar!
PS: Pak Prabowo dan Bang Sandi terus semangat dan gaspol ya. Walau tanpa spanduk manis dan logistik berlimpah, kami akan terus berjuang mendukungmu. Kami titip masa depan anak cucu dan NKRI tercinta di tanganmu.
Penulis: Ricky Tamba Sumber https://www.portal-islam.id